JHS, You~
Jari jemari siswa dan
siswi bergerak menulusuri kertas
selembar yang tertempel di masing-masing
kaca jendela kelas, mulut mereka berkomat-kamit memastikan nama nya tertera
pada kelas yang mereka tuju. Begitupun aku.
aku baru saja memeriksa kertas yang ditempel di kaca jendela kelas 9-4;
tidak ada namaku disana. Ku berganti kelas menelusuri kelas selanjutnya untuk
memastikan dikelas manakah aku akan menghabiskan masa belajarku di Sekolah
Menengah Pertama ini. Sebenarnya aku benci pembagian kelas yang di acak seperti
ini setiap habis kenaikan kelas, karena kita harus beradaptasi kembali pada
mereka yang sebelumnya tidak kita kenal. Jari telunjuk ku menurun ke arah
bawah, yeah!, ada namaku disana, urutan
nomor 18 dengan nama Laily Syahrini. Huh,
ternyata aku masuk di kelas 9-5 dengan nama-nama asing yang tidak aku kenal,
hanya ada beberapa nama yang dulu pernah
sekelas dengan ku.
Aku segera pulang.
Mempersiapkan untuk senin esok, hari
pertama aku akan belajar di kelas 9-5. Ada beberapa buku tulis yang belum
sempat selesai di sampul , mencuci tas, sepatu, menggosok baju dan lain sebagai
nya~
≠
Jam menunjukkan pukul
06.25, aku baru sampai di sekolah. Waktu itu jam masuk sekolah pukul 06.30. aku hampir
telat, maklum lah, Jakarta setiap hari nya macet dan angkot yang sering ngetem menunggu penumpang penuh membuat
segala nya terbuang sia-sia terutama waktu. Aku langsung berlari menuju kelas
9-5, kelas baruku. Ah, ternyata sudah
ramai. Aku duduk dimana dan dengan siapa? Kecemasanku mulai tiba. Aku celingak-celinguk mengamati bangku yang
masih kosong , berharap ada yang memanggil dan mengajakku untuk duduk bersama
nya. Aku berjalan perlahan sambil memegangi tali tas belakangku. Tiba-tiba ada suara perempuan
yang memanggil namaku.
“ lay…. “
Kepala ku mendengak dan mataku menatap lurus. Lalu, aku
tersenyum. perempuan yang memanggilku tadi adalah ani. Ani agusti Fatimah temanku sewaktu
dikelas delapan empat.
“ duduk sini bareng gue
“ ucapnya. Aku pun segera menghampiri nya. Ani memilih bangku urutan ke tiga
dari depan sebelah kanan guru. Urutan bangku yang cukup strategis untuk belajar.
“ makasih ya ni, lo udah
mau duduk sebangku sama gue hehe “ . aku duduk dan melepaskan tas ku
“ yailah santai aja kali
lay, lagian juga ini gue engga ada temen nya. “
“ gue bingung banget ni
tadi nya mau duduk sama siapa, udah gitu kelas udah rame banget gini .”
“ iya lay. Tapi disini
banyak yang gue kenal sih. Engga gitu asing jadi nya haha.” Bel upacara
berbunyi. Kami semua menuju lapangan bola basket yang terletak di tengah
lapangan sekolah. Sekolah kami cukup mewah alias mepet sawah haha. Gedung nya
yang berbentuk little “ U “ membuat
segala kegiatan siswa dapat di akses dengan mudah.
Upacara pun berlangsung.
Kelas ku baris pada urutan ke lima dari kanan dekat petugas upacara. Aku
berdiri dibelakang ani. Baris antara laki-laki dan perempuan dibedakan satu
baris. Sambil berdiri menjalankan upacara, dibalik topi yang ku pakai, ku lihat
sosok laki-laki yang berdiri disampingku. Laki-laki ini begitu focus
menjalankan serangkaian upacara. Postur
tubuh nya tidak terlalu besar, tinggi
nya lebih 3cm dari tinggi badanku. Sosok yang tidak ku kenal sebelumnya. Satu
yang pasti, dia adalah teman sekelas ku.
≠
Upacara telah usai, para
siswa dan siswi memasuki kelas masing-masing.
Aku duduk dengan tenang sambil mengipas-ngipas dengan buku yang ku bawa.
Upacara dibawah terik matahari pagi cukup mengeluarkan keringat di tubuhku.
Tiba-tiba seorang guru berjilbab abu-abu memasuki ruang kelas kami. Aku menghentikan tindakan kipas-kipas
ku.
“ selamat pagi
anak-anak”. Sapa ibu guru
“ selamat pagi bu….” .
jawab kami serentak.
“ nama ibu ririn dwi
aryanti. Ibu mengajar mata pelajaran IPS dan ibu akan menjadi wali kelas
kalian.” Oke, hari ini diawali dari pemilihan ketua kelas,wakil
kelas,sekretaris,bendahara dan seksi-seksi lain nya ya anak-anak.” Ibu ririn
mengambil daftar absen yang sudah ada di
meja guru. Lalu mengabsen nya.
“ yang ibu sebutkan nama
nya, tolong acungkan tangan ya. Biar ibu tau nama dan wajah kalian.”
“ iya bu…” . jawab kami
serentak. Ibu ririn mulai menyebutkan nama yang ada di daftar absen. Aku
begitu memperhatikan satu per satu nama
dan orang yang mengacungkan tangan nya.
“ eka handika. “
“ hadir bu. “
“ elfa nur fajriatin ”
“hadir bu.”
“ evan pradityan damara “
“ hadir bu.”
Aku terdiam ketika melihat orang yang mengacungkan tangannya
tadi. Laki-laki itu;laki-laki yang sedari tadi ku perhatikan saat upacara,nama
nya evan. Yeah, sekarang aku tau nama laki-laki itu. Kepala ku masih menengok kebelakang memperhatikan
wajah evan. Evan duduk disebelah kiri ku di urutan terakhir. Alis nya tipis
hitam dan hidungnya yang tidak terlalu mancung membuat ku tersenyum
sendiri. Dia sungguh manis walau badan
nya agak gemuk sedikit…
Absen telah selesai. Ibu
ririn lalu mengambil spidol dan bersiap
menulis nama-nama kandidat yang akan menjadi
pengurus kelas.
“ pertama, kita pilih
siapa ketua kelas nya ya. Ada yang puny ide,siapa yang akan jadi ketua kelas
kita?”
“ firki”
“evan”
“ anggi”
Teman-teman ku yang lain
mengambil suara. Diantara nama-nama yang disebutkan, ada nama evan, rupa nya
dia cukup dikenal oleh siswa yang lain.
“ pilih evan aja ya lay,
dia temen gue waktu di kelas tujuh. Orang nya asik ko.” Kata ani. Aku hanya
tersenyum dan menganggukkan kepala. Voting pun dimulai. Aku dan ani memilih evan. Dan hasil akhir nya, evan
mengungguli suara. Dia resmi menjadi ketua kelas kami. Ketua kelas sudah
didapat, sekarang kami akan memilih wakil ketua kelas, sekretaris dan
bendahara. Nama-nama kandidat pun disebutkan. Aku ikut saja. Aku akan
menyebutkan nama ani sebagai sekretaris nanti. Ternyata, keinginanku terwujud,
ani terpilih sebagai sekretaris.
“ ah, elu lay, tuh kan gue jadi sekretaris.” Celoteh ani
“ yailah gpp sih. Lo
cocok tau jadi sekretaris haha.” Candaku
“ yaudah sebagai ganti
nya, lo gue jadiin kandidat bendahara. Titik pokoknya!”.
“ aaaaah,jangan dong
ni………”
“ biarin. Lo kan juga
berpengalaman jadi bendahara. Di delapan empat lo kan bendahara lay. Udah sih
gpp.”
“ oke anak-anak.
Sekarang tinggal bendahara yang belum ada. Kira-kira siapa yang jadi bendahara
nya?” ibu ririn melanjutkan
“ laily bu…” ucap ani
keras.
“laily?” kata bu ririn
“ iya bu. Dia dulu
bendahara di delapan empat. Jadi,laily aja ya bu.” Pinta ani.
“jangan bu, yang lain
aja ya bu.” Aku mengeles
“laily aja bu…..” suara
ani makin keras, bu ririn pun menuliskan nama ku di papan tulis sebagai
bendahara. Tidak sia-sia, aku terpilih sebagai bendahara dengan suara terbanyak
31 suara. Ani merasa puas karena berhasil menjadikan ku bendahara yang segala
kegiatan kepengurusan kelas akan berhubungan dengannya juga.
≠
Hari berjalan seperti
biasa. Kegiatan ku semakin bertambah dengan ada nya “jabatan” sebagai bendahara
kelas. Ada rasa senang tersendiri karena aku jadi lebih sering berkomunikasi
dengan ketua kelas ku, evan. Terkadang dia membantuku meminta sumbangan “
peduli teman “ yang diadakan setiap senin nya sehabis upacara. Sumbangan ini
ditujukkan untuk membantu siswa/siswi yang memerlukan bantuan walaupun tidak
banyak. Sumbangan ini juga diminta secara sukarela oleh masing-masing
siswa/siswi.
Aku juga sering dibantu
oleh evan meminta uang amal setiap hari jum’at. Aku fikir, dia ketua kelas yang
berwibawa, tanggung jawab dan tidak pandang
bulu. Dia juga pintar, terutama di
maple bahasa inggris. Ketertarikan ku pada diri nya semakin bertambah dan
setau ku dia belum punya pacar.
Hari ini aku akan
meminta amal seperti hari jum’at biasa nya. Aku diminta bu sunarti, guru bahasa
Indonesia ku untuk meminta uang amal lebih awal. Bu sunarti meminta ku untuk
meminta uang amal nya dari meja ke meja teman-temanku. Aku pun segera
melaksanakannya. Ku mulai dari meja sebelah kiri. Setelah mereka memberikan
uang amal nya, ku catat di daftar nama buku amal yang sudah tersedia. Dari meja
ke meja aku lalui, sampai lah aku pada meja evan. Dia memberikan amal nya, tapi
ketika aku ingin berjalan lagi untuk berpindah ke meja yang lain, tangan kanan
evan menghalangi aku jalan. Aku tidak mengerti apa maksudnya dan aku hanya
tersenyum. Bu sunarti pun memperhatikan kami. Lalu beliau berteriak
“ van, mau diapain anak orang? kasih laily jalan. Genit nih yee
..”
“ hehe iya bu tadi anu.. itu… “ jawab evan sambil tersenyum
dan dia menggarukkan kepala yang ku rasa tidak gatal itu. Teman-teman ku pun
menoleh ke arah ku.
“ anu apa? Alah, alasan kamu.
Bilang aja mau godain laily “. Ledek
bu sunarti. Aku menatap wajah evan lama, lalu dia melepaskan tangan nya yang
sedari tadi menghalangi aku untuk berjalan. Dia tersenyum lebar, aku pun
membalas senyumnya. Aku pun melanjutkan
langkahku untuk berjalan meminta amal ke temanku yang lain. Entah kenapa, aku
merasa senang dengan apa yang evan lakukan tadi. Nama nya juga anak kecil, ku
rasa dia punya rasa yang sama dengan ku :)
≠
Di kelas 9-5 ini, aku
menjalani masa belajar yang cukup menyenangkan. Itu karena evan. Aku semakin
akrab dengan nya. Selain aku dan evan adalah partner dalam pengurus kelas, kami juga sama-sama mengikuti ekstra kulikuler
yang dilakukan setelah pulang sekolah yaitu English club. Aku mengikuti ekstra
kulikuler tersebut bukan karena aku ingin mengikuti atau menyukai apa yang evan
sukai. Sejak di kelas delapan empat, ibu heryani, guru bahasa inggris sekaligus
wali kelas ku waktu itu meminta ku untuk bergabung ke dalam nya, alasannya agar
kemampuan ku dalam maple bahasa
inggris semakin ter-asah. Minggu-minggu ini anggota English club akan lomba
tingkat antar sekolah yang akan diadakan dua minggu lagi di sekolah menengah
kejuruan bernama PERBANKAN.
Bel pulang sekolah
berbunyi. Hari ini aku latihan English club. Latihan jadi semakin ditambah
seiring waktu lomba semakin dekat.
“ lay, lo mau ke ruangan
ya? Bareng dong..” tiba-tiba suara evan terdengar. Ku berbalik badan, ternyata
dia di belakangan ku.
“ iya… ayo. Gue kira lo
udah duluan hehe.”
“ engga, tadi gue ke kantin
beli es.”
“ oh gitu…” aku
menganggukkan kepala. Kami berjalan sejajar menuju ruang English club yang
berada dilantai dua.
“ lo ikut lomba apa lay?
“. Tanya nya
“ written test. Lo ? “.
“ gue news reading “. Jawabnya.
“ oh… ini lomba perdana
gue nih. Agak engga pd sama diri
sendiri. “
“ kenapa enggga pd ?.”
“ ya karena kan banyak
diluar sana yang lebih menguasai bahasa inggris ketimbang gue van, gitu hehe “.
“ ya jangan gitu dong,
kita harus pd, lagian kalah menang
mah hal biasa.”
“ haha iya ya.” Aku tertawa.
Sesekali aku memandangi wajah nya yang tidak terlalu tampan namun terlihat
manis. Gimana cara nya, cara nya gimana,
agar aku bisa mendapatkan cintamu van, ucapku dalam hati. Aku tersenyum
getir. Aku tau, evan berasal dari keluarga yang cukup berada. Itu terbukti saat
pulang sekolah, dia selalu naik jemputan berupa mini bus dengan siswa/siswi
lain yang satu perumahan dengan nya. Sedangkan aku, aku hanya gadis biasa.
Mungkin aku bukan lah criteria perempuan yang evan cari. Menjadi teman se-dekat
ini dengan nya, hal yang patut ku syukuri saat ini. tidak berharap lebih walau
sebenernya ingin lebih dari ini, entahlah~
≠
Tiga minggu berlalu.
Perlombaan itu sudah ku lewati dan hasil nya, aku tidak memenangkan perlombaan
itu. Seperti nya evan juga tidak memenangkannya. Perwakilan sekolah ku,
perlombaan wall magazines yang
berhasil membawa piala juara tiga antar sekolah.
Pagi ini aku memasuki
ruang kelas dengan langkah gontai .
rasa lelah sudah mulai meyelinap dipertengahan semester ini. pelajaran tambahan
pun sering diadakan seusai sekolah. Aku duduk. Menarik nafas perlahan.
“ kenapa lo lay? Lemes bener. Eh, gimana lomba kemarin?
Sukses? “. Tanya ani yang sudah lebih dulu datang
“ sukses sih,tapi nggak
menang.” Jawabku datar
“ yaaaah. Yaudah lah lay
gpp. Kalah menang itu biasa. Emang soal nya susah lay?”
“ susah bangeeeeet
aniiiiiiiiiii.” Jawabku sambil tersenyum
“ oh haha. Yasudahlah.
Lupakan itu. Eh lay, gue mau minta saran sama lo nih, boleh? “ . wajah ani
semakin dekat ke arah ku.
“ saran apa? Boleh aja.”
Kataku sambil meletakkan kedua tangan ku diatas meja.
“ gue mau comblangin evan sama ulfa. Temen gue
dikelas sebelah lay, 9-6”. Waktu gue kelas satu, mereka itu sering jadi bahan cengan sama temen-temen. Abis nya mereka
cocok sih. Sama-sama lugu dan kaya anak mami.” Ucap ani
“ hah? Comblangin?
“ kata ku kaget.
“ iya, comblangin. Kan nanti enak pas
perpisahan mereka bisa berduaan haha.” Aku terdiam kemudian. Setengah termangu mendengar apa yang ani ucapkan
tadi. Dadaku terasa sesak. Ya, aku cukup mengenal ulfa. Dia perempuan yang
hampir mempunyai kesamaan dengan evan. Sama-sama pintar, sama-sama berasal dari
keluarga yang cukup berada. Ku sunggingkan senyum terbaik ku didepan ani,
berusaha menyembunyikan rasa sakit ku. Baru saja aku ingin ani tau, bahwa aku
mencintai evan, tapi…….
“ yaudah ni, comblangin aja. Siapa tau beneran “jadi”
hehe…” ucapku datar
“ okedeh lay. Sip kalo
gitu mah.” Aku menganggukan kepala perlahan, masih tersenyum. Senyum yang aku
sendiri tidak tau apa rasa nya. Entah senyum senang karena perjodohan ini atau aku
hanya fake smile didepan ani.
Aku tidak mungkin bilang
ke ani bahwa aku juga mencintai evan. Karna aku tidak ingin misi ani ini
berantakan. Karna aku juga tau, ulfa adalah sahabat ani sejak dulu, jauh
sebelum diri nya mengenal diriku seperti sekarang. Aku juga tidak tau apakah
evan memiliki rasa yang lebih atau tidak dengan ulfa, karna urusan hati itu
bersifat private. Satu focus ku saat ini, memberi jarak dengan evan agar rasa
sakit ku ini tidak berkepanjangan jikalau mereka benar-benar berhasil dalam pen-jomblangan itu.
≠
“ lay, gue pinjem
rangkuman PKN minggu depan punya lo dong. Gue engga bawa buku nya soalnya buku
tulis nya baru aja ganti eh malah lupa kebawa . boleh nggak? .” tiba-tiba evan
duduk didepan ku. Aku yang baru ingin beranjak dari tempat duduk terdiam. Lalu
membuka tas ku dan mengambil buku tulis yang evan maksud.
“ nih… “ ucapku sambil
memberikan buku ku. “ kalau udah selesai, lo taro aja dimeja gue. Gue mau piket
dulu.” aku bergegas menuju ruang belakang untuk mengambil sapu. Meninggalkan
evan yang masih terdiam. Maaf ya van… :’(
Ani menghampiri evan
yang sedang menyalin rangkuman ku.
“ lo udah sms ulfa blm
van? “. Tanya ani
“ belum ni, belum
sempet.” Jawab evan sambil menulis
“ yeay, gaya banget belum sempet. Sok
sibuk lo ah.”
“ haha iya. Nanti kalo
gue udah sms dia, gue kasih tau lo deh.”
“ okelah. Terserah lo
aja yang ngejalanin nya.” Jawab ani sambil pergi meningalkan evan yang masih
menulis. Ku lihat ani berjalan keluar kelas.
Air mata ku tertahan.
Sambil menyapu, sesekali aku mendengakkan kepala ke atas, menatap langit-langit
ruang kelas agar air mata ini tidak jatuh ke lantai. Jikalau sudah merasa aman,
ku lanjutkan tindakan ku menyapu lantai agar cepat selesai karena bel masuk
sebentar lagi akan berbunyi.
“ lay….. buku lo udah
gue taro di atas meja lo. Oh iya, gue boleh pinjem sapu lo bentar ngga? Tadi si
elfa nyapu nya kurang bersih dibagian belakang. Gue mau bersihin lagi.” Kata
evan yang untuk kedua kali nya tiba-tiba sudah ada didepan ku yang sedang
menyapu.
“ lo pake sapu yang lain
aja van. Gue nanggung nih. “ jawabku
cuek sambil sibuk menyapu
“ engga ada lay.
Sebentar doang…” ucap nya sedikit dengan nada melemah. “ lo kenapa sih?.”
Sambung nya. Ku beranikan diri menatap mata nya yang ku yakini masih ada rasa
cinta ku untuk nya.
“ sapu yang satu
dipinjem ulfa van dikelas sebelah. Lo ambil aja sama dia. Tadi dia pinjem sapu
nya sama elfa. Kata nya sapu kelas nya dia di simpen di lemari dan yang bawa
kunci lemari nya belum dateng. Gue lagi buru-buru van…. Maaf ya …. “
“ gue malu sama dia lay.
“ jawab nya. “ tolong lo aja yang mintain sapu nya lay.. please.” Nada suara nya terdengar begitu memohon. Tanpa membalas
ucapannya, aku meninggalkan evan yang masih berdiri dan bergegas menuju kelas
ulfa, mengambil sapu yang ulfa pinjam. Tidak
lama kemudian, ku berikan sapu nya pada evan.
“ makasih ya lay.” Jawab
nya tersenyum lalu pergi meninggalkan
ku. Entah kenapa dia punya rasa malu dengan ulfa. Apa malu karena mereka sudah jadian atau malu karena proses pen-jomblangan itu. Mengingatnya,
membuat dadaku semakin sesak. Ku kumpulkan tenaga ku untuk melanjutkan menyapu
ku yang sebentar lagi selesai….
≠
Ani datang dengan
membawa beberapa buku LKS yang akan dibagikan ke teman-teman. Teman-teman pun mengerubung
ke meja ku dan ani. Menunggu pembagian LKS yang ani bawa dari perpustakaan
sekolah. Aku pun membantu ani membagikan buku LKS nya. Tapi pembagian buku LKS
berlangsung ricuh dan saling tidak mau mengalah. Teman-teman ku ingin dapat
lebih dulu. evan pun menghampiri aku dan ani. Mengambil alih pembagian LKS itu
agar teman-teman ku lebih tertib.
“ sabar-sabar. Semua nya
pasti kebagian ko..” kata evan menenangkan keadaan.
“ gue dong van”
“ gue juga dong van..”
“ gue dong van, LKS nya
dua ya, buat gue sama putri”
Suara mereka
berteriakan. Evan pun segera membagikannya.
“ gue dong van….” Kata
ani
“ iya bentar ni…”
“ ih buruan van, entar
keburu keabisan.. “ jawab ani
“ iya, bentar ani. Ini
juga semua nya lagi pada dikasihin, pasti kebagian semua nyaaaaaa.” Tiba-tiba
suara evan mengeras. Sedikit nada nya membentak ani. Seketika itu semua nya
terdiam. Aku pun kaget dengan apa yang evan ucapkan tadi. Nada nya cukup keras
untuk ukuran perempuan. Ani lalu duduk dengan raut muka kesal. setelah evan
selesai membagikan LKS, dia duduk di depan ani yang masih memasang wajah kesal
karna malu di bentak oleh evan tadi.
“ maafin gue ya ni..
tadi emosi gue engga ke control.. abis nya gue juga focus sama anak-anak yang
pada teriakan minta LKS cepet-cepet..”
Ani hanya membuang muka.
Aku tau ani sangat kesal. aku tidak bisa berbuat apa-apa. Evan memandang wajah
ku lemas dan penuh rasa salah. Aku juga tau, evan tidak bermaksud membentak
ani. Mungkin pada saat tadi, evan pusing mendengarkan teriakan teman-teman yang
ingin segera mendapatkan LKS nya.
“ kita semua pasti
kebagian kan ni, bukti nya…” tambah evan. Ani masih memalingkan muka. Karna
tidak ada respon dari ani, evan meninggalkan meja kami. Berjalan lesu ke tempat
duduk nya. Penuh rasa salah~
“ udahlah ni, harus nya
lo maafin dia..”
“ ih, males banget gue
maafin dia. Malu tau lay, dibentak di depan orang-orang.”
“ mungkin dia pusing ni,
tadi anak-anak yang lain juga kan pada teriak-teriak engga sabar, jadi nya pas
lo ngomong, kelantasan dia nya, engga
ke control.” Bujuk ku pada ani.
“ ah tau lah. Pokoknya gue udah terlanjur benci banget sama dia!”. Jawab ani ketus. Aku hanya terdiam mendengar
nya.
≠
Aku menyesali permusuhan
ani dengan evan. Ani tidak lagi menegur evan, begitupun sebaliknya. Kalaupun
mereka ada perlu antara ketua kelas dan sekretaris, itupun lewat perantara dan
dialihkan ke sekretaris dua. Bagaimana dengan misi ani untuk mencomblangan evan
dengan ulfa? Sejauh apakah misi ani? Entahlah. Aku tidak ingin menanyakan itu
lagi.
Hari ini maple seni budaya jam nya kosong. Bu
hombing sakit. Dan guru piket memberikan tugas kepada evan yang sudah
diamanatkan dari bu hombing untuk mem-foto copy kisi-kisi soal ulangan seni
budaya.
Aku dan ani sedang
mengobrol. Lalu evan menghampiri tempat duduk kami.
“ lay, lo mau ikutan
fotocopy kisi-kisi seni budaya buat ulangan nanti ngga?”.
“ boleh… berapa bayar
nya van?”
“ dua ribu aja lay.. .
lo juga mau ngga ni?”. Tanya evan pada ani. Ani hanya terdiam.
“ yaudah van, ini uang
gue sama ani ya.” Jawabku sambil memberikan uang empat ribu rupiah pada evan.
Evan lalu menulis nama ku dikertas HVS yang dia bawa. Evan pergi dari tempat
duduk kami. Ku perhatikan langkahnya. Tiba-tiba uang yang dia bawa jatuh,
karena sibuk menghitungnya. Aku langsung bangkit dari tempat duduk ku dan
bergegas menghampiri evan untuk membantu membereskan uang yang berserakan di
lantai.
“ sini biar gue bantu
van. Lo bawa uang nya, gue bawa kisi-kisi soalnya. Fotocopy di koperasi kantin
kan?” tanyaku
“ iya lay.. makasih ya
lay..”
“ iya van. Yuk…” . aku
meninggalkan ani. Ku lihat dia sedang memperhatikan ku dengan evan. Aku engga
mungkin meninggalkan evan berjalan sendiri dan membawa fotocopy-an kisi-kisi
soal ini, kasihan dia. Tugas ku sebagai salah satu pengurus kelas adalah saling
bantu dan bekerja sama dalam segala hal. Aku pun melawan ego dan melanggar
komitmen pada diriku sendiri yang waktu itu ingin menjauh dari evan. Seperti
nya juga, hubungan evan dan ulfa berjalan seperti biasa layaknya seorang teman.
Toh, kalau mereka sudah jadian, pasti
adalah hal yang membuat mereka terlihat berdua walaupun hanya sekali, ini kan
tidak… mungkin…
Aku dan evan selesai
fotocopy, aku dan evan pun membagikan hasil fotocopy-an itu kepada temn-teman.
Setelah selesai, aku duduk sembari membaca kisi-kisi soal yang sudah aku
fotocopy.
“ lay, kenapa sih lo pake acara bantuin evan
segala, tadi? .” Tanya ani
“ ya gpp ni. Kasihan kan
evan fotocopy sendiri. Ini lumayan banyak fotocopy nya. “ jawabku
“ ngga perlu lay.. dia
kan biasa aja ajak temen sebangku nya si alvianto buat bawain fotocopy-an nya.
Eh, lo malah ninggalin gue yang lagi asik cerita sama lo.”
“ yaudah maaf ya ni..”
Ya tuhan… kenapa disaat
aku ingin mendekat kepada evan, justru ani lah yang membuat aku harus memilih
kepada siapa aku lebih peduli?
≠
Ujian nasional tinggal
menghitung hari. Sejenak aku berfikir,kenapa menjelang akhir masa belajar malah
seperti ini. aku yang tadi nya ingin menjauh dengan evan karena penjomblangan itu, kini berusaha
memperbaiki nya. Tapi itu semua terhalangi oleh pertengkaran ani dan evan yang
memaksa aku untuk berpihak ke salah satu diantara nya. Perkembangan comblangan evan dan ulfa seperti nya
berjalan alot dan bisa dikatakan gagal. Entah apa penyebabnya, yang pasti,
mungkin tidak ada lagi bujukan ani kepada evan untuk lebih mendekatkan diri
dengan ulfa. Dan, bukan waktu nya untuk membicarakan hal ini. minggu-minggu ini
aku focus pada persiapan ujian nasional dan melanjutkan sekolah menengah
kejuruan. Berbeda dengan teman ku yang lain mungkin, aku memilih sekolah
menengah kejuruan karena jika sudah lulus, aku ingin bekerja terlebih dahulu.
Tentu aku ingin juga kuliah, tapi mungkin orangtua ku belum mampu untuk
mewujudkannya dan aku harus punya biaya sendiri untuk itu.
≠
Tingga minggu berlalu.
Akhirnya, aku dan teman-teman sudah melewati masa penantian kami,yaitu ujian
nasional. Saat nya mempersiapkan diri untuk acara perpisahan senin esok.
Sekolah ku mengadakan perpisahan ke Taman Mini Indonesia Indah. Ini diadakan
secara gratis. Aku dan teman-teman kelas ku membuat kaos sablon bertuliskan
nama kami masing-masing. Kaos itu berwarna hitam, bagian depan bertuliskan “reptil” yang arti nya republic tiga lima, nama kelas ku.
Pukul 06.15 aku sudah sampai
di sekolah. Segera aku berlari menuju kelas ku. Ternyata kelas ku sudah ramai.
Kami semua kompak mengenakan kaos yang kami buat. Hitam-hitam.
“ ciye, bagus ni, kaos
nya”.
“haha lo juga bagus
lay”. ucap ani. “ oh iya lay,lo bus berapa? Kan kita engga satu bus.” Lanjutnya
“ bus lima ni. Iya nih ah,
bt pake segala dipisah.”
“iya,tapi nanti kalo udah sampe taman mini
nya, kita kontek-kontekan lay. Biar
kita barengan.”
“sip lah kalo gitu.”
Perpisahan ini berbeda
dari perpisahan kakak-kakak kelas ku sebelumnya. Kami dipisahkan menurut absen
dari masing-masing keas. Aku belum tentu satu bus dengan teman sekelas ku,
hanya ada beberapa yang satu bus denganku. Aku juga tidak satu bus dengan evan.
Entah kenapa, akhir-akhir ini, sebelum ujian nasional, dia lebih banyak diam.
Sepanjang perjalanan,
mataku terus memandang jalan yang saat itu lancar. Ku putar kembali masa-masa
saat aku pertama kali menginjakkan kaki di kelas 9-5. Bertemu evan, menjadi
bendahara nya, sampai seperti ini. masa dimana semua nya telah berubah tidak
seperti dulu. satu yang masih seperti dulu, aku masih mencintai evan tanpa
batas waktu.
Kurang lebih satu jam
kami sampai di Taman Mini Indonesia Indah. Aku segera menghubungi ani. Aku
berdiri di pinggir trotoar. Ku lihat evan menghampiri ku.
“ lagi nungguin siapa
lay? ”. Tanya nya. Sebelum menjawab pertanyaannya, aku memperhatikan
penampilannya. Dia memakai topi dan tas samping berukuran kecil, serta sepatu kets berwarna hitam. Sangat tampan. Kali
pertama aku melihat dia mengenakan pakaian bebas seperti ini.
“ nungguin ani van.”
Jawabku. “kenapa? Mau ikutan gabung sama kita juga?”
“ oh, sama ani. Engga ko
lay. Nanti gue malah merusak suasana. Kan ani masih benci banget sama gue.”
“ oh yaudah. Maafin ani
ya van…”
“ iya lay. Emang gue
yang salah..”
“ oh iya, ani ajak ulfa
juga loh buat jalan-jalan sama kita.”
“ terus? “
“ maaf ya van, lancang.
Bukan nya lo sama ulfa jadian?.” Aku
berusaha menyelidiki mata nya. Aku sadar ini adalah pertanyan bodoh. Tapi aku
hanya ingin mendengar jawaban evan dari mulutnya langsung bagaimana hubungan
evan dan ulfa saat ini, tanpa aku harus menerka-nerka sendiri apakah mereka
sudah jadian atau tidak.
Evan tersenyum tipis. “
gue engga jadian sama ulfa ko lay. Lo
tau itu dari ani ya?”
“ hehe iya van. Oh,
kirain jadian.”
“ pantesan waktu itu lo
malu ya, minjem sapu sama ulfa hehe.” Tambahku.
“ ya gitu… pokoknya gue
engga jadian sama ulfa ko.” Kenapa emang?”
“ ya gpp sih van. Cuma
nanya aja.”
“ oh, apa ini, alasan lo
dulu ngejauh dari gue? “. Aku tersentak mendengar pertanyaan evan. Itu arti
nya…
“ maksud lo?”
“ iya, apa karena gue
mau dicomblangin sama ani, lo jadi nge jauh sama gue waktu akhir-akhir itu?.”
Evan menatap wajah ku. Aku hanya bisa menundukkan kepala dan aku tidak punya
kekuatan untuk menjawabnya. Cukup lama kami membisu. Tidak lama kemudian ani
datang bersama ulfa.
“ lay, gue mau kesana
dulu ya sama alvianto.” Ucap evan dan pergi meninggalkanku. Aku masih
memperhatikan langkahnya yang cepat. Aku belum menjawab pertanyaan nya dan aku
belum sempat bilang iya.
Aku, ani, evi, ulfa,
afifah dan lili menaiki kereta yang berkeliling di area Taman Mini Indonesia
indah. Aku memilih duduk di bangku belakang. Duduk menyendiri sambil menikmati
pemandangan sekitar, serta menyesali apa yang belum sempat aku katakan kepada
evan. Aku menoleh ke bangku paling belakang, ternyata ada sosok laki-laki yang
duduk sendirian dan mata nya memandang lurus ke arah ku. Laki-laki itu memakai
topi. Mata nya teduh. Tas selempangan
yang berukuran kecil ia sekapi dengan
tangannya yang cukup besar. Iya, itu
evan. Ternyata dia menaiki kereta yang sama denganku. Saat aku menatap nya dari
jauh, dia tersenyum tipis kepadaku. Ingin aku mengatakan apa yang dia tanyakan
tadi, tapi rasa nya aku tak mampu. Bisingan kereta membuat suara ku tidak akan
terdengar jelas di telinga evan nanti nya. Dan aku juga tidak mungkin
menghampiri evan karena saat itu aku bersama ani dan ulfa. Ku palingkan
kepalaku ke arah depan, lalu memejamkan mata. Dadaku terasa sesak sekali. Jauh
lebih sesak dari pertama aku mengetahui kalau ani ingin men-comblangkan evan denga ulfa. Air mata
jatuh membasahi pipi. Entah apa yang membuat ku merasa isak dan sakit seperti
ini, yang pasti, aku sangat mencintai evan, dan ternyata, di ujung hari pun,
aku tak mampu bilang pada nya bahwa aku mencintai nya……….
Mencintai semua yang ada
pada diri nya. Mencintai kepribadiannya. Sambil menghapus air mata di pipi
dengan tangan kiri ku, Ku tengok sekali lagi, dia masih tersenyum tipis. Saat
aku lama memandangnya dari jauh, ku lihat mata nya terpejam dan dia menundukkan
kepala. Berusaha menahan sesuatu. Aku tak tau apa itu.
Semoga, kamu juga
merasakan apa yang aku rasakan van, walau semua nya kini terlambat….
Aku mencintai mu van….
Untuk teman
junior high school ku,
Evan pradityan
damara. Your eyes make me strong. Your lips make me smile everything I feel.
Since I know you, I believe that is love. Apologized all of my mistakes, I love
you van….
A
cerpen by lailysyahrini with true story of mylife;just a part.
Komentar
Posting Komentar